Perjalanan kali ini membawaku ke sebuah tempat yang penuh
makna. Jalanan yang berkelok dan naik turun meski tidak separah jalanan yang
kulewati ketika pulang ke Lumajang namun tetap bernilai perjuangan mengingat
tujuan kita kesana adalah untuk saling berbagi.
Nampaknya pagi ini langit memahami perjalanan kita, Allah
biarkan awan memayungi dan sinar matahari menyinari. Meski sempat mendung dan
membuat kita khawatir jikalau hujan
menghambat acara kali ini.
Tidak butuh waktu lama, sekitar satu jam kita telah sampai
di tempat yang sejak beberapa hari lalu kami rindukan. Madrasah Ibtidaiyah
Nurul Ulum, begitulah nama indahnya. Kenapa indah? Karena arti dari Nurul Ulum
adalah Cahaya Ilmu. Menunjukkan betapa bersinarnya Ilmu Allah, siapapun yang
menuntut dan mengamalkannya maka menjadikan hidupnya bercahaya. Akhlaqul
karimah, kira-kira seperti itulah angan saya menggambarkan arti nama itu.
Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki disana, bukan,
ketika mata saya tertuju ke tempat itu.. sungguh diluar dugaan. Saya melihat
empat puluh pasang mata yang berbinar, senyum tulus nan lugu yang menyimpul
indah di ujung bibir mereka dan suara-suara penuh semangat mencari ilmu di
tempat yang jauh dari bayangan manusia normal ketika memikirkan kata “sekolah”.
Ruangan yang lebih mirip garasi mobil, tanpa bangku, tanpa
meja, tanpa hiasan dinding, tanpa almari buku, dan bahkan hanya ada beberapa papan
tulis kapur.
Saya baru menyadari tidak ada tiang bendera disini. Tidak
ada lapangan olahraga, juga perpustakaan.
Gedung sekolah yang lebih mirip garasi itu bergandengan
dengan rumah Kepala Sekolah. Dindingnya tidak sepenuhnya tembok, sudah pasti udara
sangat panas disana. Guru-guru yang mengajar pasti super hebat! Mereka menjamu
kami dengan hangat, dengan senyuman dan sambutan sholawat.
Allahu Akbar, Mashaa Allaah.. begitulah kiranya hatiku
terasa berat ketika mendengar lantunan sholawat dari mereka. Antara sesak, bahagia dan sukacita.
Beberapa jam kami larut dalam suasana. Kita berkenalan,
menyanyi bersama, melantunkan sholawat, bermain, dan menguji kemampuan dengan saling
melempar soal. Mashaa Allah begitu bersemangatnya mereka mengacungkan tangan,
mencoba menjawab soal dengan percaya diri meski dengan keadaan serba
kekurangan.
Kepala sekolah disana mulai bercerita, tentang keadaan
Madrasah ini. Cerita bahagia, yang diiringi duka. Beliau mengatakan jika seseorang
telah mewakafkan tanahnya untuk Madrasah ini. Peletakan batu pertama akan
dilakukan pada awal bulan April. Alhamdulillah… kita sangat sangat lega
mendengarnya. Siapakah orang berhati mulia yang mewakafkan tanahnya
untuk adik-adik kecilku yang pintar ini? Untuk itu Kepala sekolah akan mengajak
kami melihat lokasi setelah sholat dzhuhur.
Sesuai janji sebelumnya, selepas sholat dzuhur kami
berangkat bersama meninjau lokasi baru yang akan menjadi MI Nurul Ulum. Kepala
sekolah Madrasah mulai membuka cerita duka..
Seseorang yang mewakafkan tanahnya untuk Madrasah ini telah
wafat. Innalillahi wa innailaihi roji’un..
Belum sampai seratus harinya. Beliau wafat ketika hendak
membersihkan tanah wakaf ini. Sebuah kecelakaan yang menyebabkan beliau harus menyerahkan
tanggung jawab kepada orang lain. Allah telah memanggilnya tepat disaat hatinya
penuh dengan niat baik. Khusnul khatimah Ya Allah.. beliau adalah manusia yang
Engkau rindukan.
Aku menyeka setitik air mata yang menetes tiba-tiba. Kami
kembali berjalan menuju madrasah ‘garasi’, kali ini dengan hati dan pikiran
yang penuh dengan empati. Sedikit kisah membuat orang menjadi lebih dewasa dg
waktu yang singkat. Kuarahkan pandanganku ke kelas, mereka sudah pulang kerumah
masing-masing. Namun, senyum dan mata yang berbinar itu masih menyisakan
bayangan disana.
Harusnya aku setegar mereka, harusnya aku seceria mereka.
Mereka tersenyum dengan ikhlas, menjalani hari dengan bahagia. Menuntut ilmu dengan
penuh semangat. Merangkul kawannya, menyayangi sesama. Tidak ada bisikan di
belakang, tidak ada udang dibalik batu, tidak saling membenci, dan hidup
bersama dalam keadaan seadanya. Bukankah latar belakang kita hampir sama,
mengejaar pendidikan meski dalam keadaan kekurangan? Kenapa kita tidak meneladani
mereka?
Malang, 12 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar